Inspektur Utama BKKBN Pusat: "Meski Menjadi Pegawai Pusat, Kinerja Penyuluh KKBPK Juga Akan Dinilai Oleh Pemda"

      
Irtama BKKBN Pusat, Drs Agus Sukiswo, Ak, MM


      Meski bukan hari kerja, hari ini Sabtu (26/8), Kepala Dinas DP3AKBPMD Gunungkidul, Sujoko, SSos, MSi, tetap bersiap di kantornya, didampingi oleh Kabid KB Wijang Eka Aswarna, SSos, MSi, Kasi KB Drs Mahmud Khumaidi, Kasi KS Moh Amirudin, SSos, dan staf bagian pergudangan alokon, Narhudiyanto. Pasalnya, beliau akan menyambut kedatangan Irtama BKKBN Pusat, Drs Agus Sukiswo, Ak, MM. Irtama datang bersama auditor Irtama Dimas Rudiwanto, SIP. Selain itu Irtama juga diikuti oleh Kaper BKKBN DIY, Drs Bambang Marsudi, MM, Kalatbang BKKBN DIY, Dra Sriana Sujimulyani, Sekban Dra Ellya Nunuk Irihastuti, dan dua auditor BKKBN DIY: Wiwik Sri Windarti, SE, dan Dra P Mahaniwati.   
Irtama BKKBN, Agus Sukiswo, dalam pembicaraan santai bersama Kaper BKKBN DIY,
Bambang Marsudi, Bupati Hj Badingah, SSos, dan Kepala DP3AKBPMD Sujoko SSos, MSi


      Irtama BKKBN Pusat beserta rombongan datang sekitar pukul 10.00 WIB, dan disambut langsung oleh Kepala DP3AKBPMD Gunungkidul, Sujoko, SSos, MSi. Awalnya, Irtama juga akan menghadap Bupati Gunungkidul, Hj Badingah, SSos. Akan tetapi, ketika dihubungi, Hj Badingah justru berinisiatif akan datang sendiri ke DP3KBPMD di kompleks Sewoko Projo, jadi Irtama tidak perlu ke rumah dinas Bupati. Hj Badingah beralasan, bahwa lokasi rumah dinas Bupati dan kantor DP3KBPMD itu dekat, sehingga Irtama dan tim tidak perlu repot ke rumah dinas. Demikian diceritakan Narhudiyanto, staf bagian distribusi alokon bidang KB DP3AKBPMD Gunungkidul kepada redaktur ipekbgunungkidul.blogspot.com, Sabrur Rohim.


      Kepala DP3KBPMD, Sujoko, SSos, MSi memaparkan bahwa program KKBPK berjalan dengan baik di Gunungkidul. Khusus tentang pengelolaan alokon KB, kata Sujoko, sejauh ini tidak ada masalah. "Penyimpanan alokon, baik itu soal pengaturan suhu ruangan, jarak dengan dinding, catatan keluar masuk alokon, dan sebagainya, sejauh ini sudah berjalan dengan baik," kata Sujoko.

      Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Drs Bambang Marsudi, MM menyampaikan permintaan kepada Hj Badingah selaku Bupati Gunungkidul agar membuat kebijakan atau program pemberian reward kepada akseptor MOP atau vasektomi. Sebagaimana diketahui, selama ini memang sudah ada ayoman sebesar Rp 150.000,00 yang diberikan kepada peserta MOP. Ke depan, kiranya dari Pemda Gunungkidul menambah reward. "Dengan adanya reward tersebut, harapannya akan memotivasi warga untuk ikut vasektomi," pungkas Bambang.

      Bupati menanggapi positif permintaan Kaper BKKBN DIY itu. Hj Badingah mengatakan bahwa beliau sudah lama mendengar aspirasi tersebut, dan program pemberian reward bagi peserta KB vasektomi tersebut sekarang sedang digodok oleh Pemkab Gunungkidul dan semoga dalam waktu dekat akan segera direalisasikan.


      Dalam wawancaranya dengan Sabrur Rohim dari ipekbgunungkidul.blogspot.com di sela-sela acara makan siang di RM Jirak, Semanu, hari ini, Irtama BKKBN Pusat Drs Agus Sukiswo, Ak, MM, mengatakan bahwa kunjungannya ke Gunungkidul ini adalah dalam rangka uji petik pengelolaan alokon KB. Ini merupakan bagian dari fungsi Irtama yang bertugas mengawal target-target atau keberhasilan program KKBPK. Dikatakan oleh Irtama, bahwa kemarin beliau baru saja dari Maluku Utara untuk melakukan hal yang sama (uji petik, red), dan siangnya langsung ke DI Yogyakarta. "Gunungkidul hanya sebagai sampel, untuk saya pastikan keadaan riilnya. Walaupun sebenarnya kita tahu, RPJMN tahun 2017, untuk konteks DIY ini bagus," ujar lelaki kelahiran Surabaya ini. 

      Dikatakan oleh Agus, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, BKKBN Pusat di Jakarta mendapat opini WDP (wajar dengan pengecualian). Dalam opini tersebut, hal yang menjadi catatan BPK adalah soal pengelolaan alokon KB yang belum baik, terutama menyangkut pendistribusian dari Pusat, ke provinsi, kabupaten/kota, hingga akhirnya ke tingkat Faskes (Puskesmas, pustu). "Itulah tujuan saya ke sini. Yakni untuk memastikan bahwa penanganan alokon, khususnya dalam hal penentuan kebutuhan, pengadaannya, pergudangannya, catatan keluar masuk barang, pelaporannya, distribusi ke faskes, sudah berjalan sebagaimana mestinya. Supaya dalam kurun 2017 ini, manajemen pengelolaan alokon itu baik. Sehingga kelemahan-kelemahan yang disimpulkan oleh BPK itu bisa hilang, bisa dieliminir. Itu semua harus kita lakukan kalau memang kita ingin mencapai opini WTP," tegas Agus yang baru menjabat sepuluh bulan sebagai Irtama BKKBN Pusat ini dengan nada optimis. 

      Saat ditanya oleh Sabrur ihwal tanggapannya atas pengelolaan alokon di Gunungkidul, Agus melihat bahwa untuk kasus Gunungkidul sudah berjalan baik, bahkan sangat baik, tidak ada masalah apa pun. "Hanya saja, memang tadi saya lihat ada stok pil dan suntik yang menumpuk. Saya segera perintahkan kepada kepala gudang agar mendistribusikannya ke faskes. Tadi ada juga alat non-alokon yang produksi tahun 2005, saya minta segera didistribusikan, jangan sampai disusul oleh keluaran yang lebih baru. Hanya saja, secara umum pengelolaannya bagus. Misalnya tadi saya lihat, ada pengatur suhu ruangan. Ini masalah yang penting juga untuk diperhatikan. Sebab, yang namanya obat, kan harus diatur suhu ruangannya. Kalau tidak, ini akan berpengaruh kepada kualitas, dan selanjutnya akan memengaruhi kualitas pelayanan juga. Untuk catatan keluar masuk bagus, distribusi ke faskes juga bagus. Saya berharap alangkah baik jika pengelolaan alokon ditangani dengan sistem TI, sehingga lebih tertib dan rapi. Tetapi ini memang butuh SDM yang bagus. Saya juga paham jika untuk soal tata ruang di sini kurang memadai, karena ini kan sedang dalam masa transisi akibat pemugaran gedung yang lama. Besok kalau gedung yang baru sudah jadi, harus ditangani dengan hati-hati. Harus dipisahkan, misalnya, antara alat alokon dan non-alokon, pengaturan suhunya yang bagus, tidak hanya untuk barang, tetapi juga untuk pegawainya. Jangan sampai pegawai gudang bekerja di ruang yang panas," kata suami dari Heti Suhaeti.

     "Hanya saja," lanjut Agus, "secara umum kondisi pengelolaan alokonnya bagus. Sangat bagus. Ini akan jadi bahan laporan saya ke BKKBN Pusat, sehingga ke depan, predikat kita oleh BPK menjadi WTP lagi. Target MTP itu sangat penting, bahkan harus sebagai pengimbangan. Moso' Gunungkidul mendapat predikat WTP, BKKBN yang selama ini bekerjasama dengan Gunungkidul malah mendapat WDP. Kan aneh. Kita malu," kata pegawai yang sebelumnya menjadi pernah menjadi Irtama di Kemenkumham dan auditor utama di BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) ini.

      Terakhir, sosok yang telah berpengalaman sebagai auditor selama 34 tahun ini berpesan bahwa PKB sebentar lagi akan menjadi Penyuluh KKBPK, yang di situ mengandung tiga fungsi peran, yakni dalam soal kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga. Tiga fungsi itulah yang harus didalami oleh setiap penyuluh. Dengan alih fungsi dari pegawai daerah menjadi pegawai BKKBN Pusat, Agus berharap agar jangan sampai secara operasional menjadi terganggu. Ini hanya masalah kewenangan pengelolaan saja. Sedangkan sehari-harinya ia tetap sebagai petugas lini lapangan, yang harus mendalami mekanisme operasional lapangan di masing-masing wilayah binannya. "Bahkan setelah menjadi pegawai Pusat, penyuluh KKBPK harus meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya, karena yang akan menilai bukan hanya dari BKKBN Pusat saja, tetapi pihak Pemerintah Daerah juga ikut menilai kinerjanya. Jangan sampai karena merasa sebagai orang Pusat, lalu seenaknya sendiri di daerah. Nah, ini yang sangat tidak diharapkan. Oleh karena itulah, mekanisme hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemda dalam hal pemberdayaan Penyuluh KKBPK nanti akan segera dibuat," pungkas ayah tiga orang anak ini.(*) [Sabrur Rohim, MSI, redaktur dan kontributor Girisubo] 
0 Viewers

Post a Comment

1 Comments

  1. Trims semua infonya, profesialisme dalam ketugasan suatu keharusan.

    ReplyDelete
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)

The Magazine