Kampung KB Bisa Sebagai Model Pelaksanaan PATBM


Dalam rangka memperingati dan memaknai HAN (Hari Anak Nasional), dilangsungkan pertemuan KKBPK (Kependudukan, KB, dan Pembangunan Keluarga) di BPKB Girisubo, pada Rabu (18/7), yang dihadiri oleh kader-kader dari dua Kampung KB, yakni dari dusun Wonotoro dan dusun Nanas, Kecamatan Girisubo. Kegiatan ini dilaksanakan secara bergilir di semua kecamatan se-Gunungkidul, dan terutama dengan sasaran warga Kampung KB, dengan tujuan utama untuk mensosialisasikan pengertian dan signifikansi PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat). Koordinator PKB Girisubo, Hudoyo, SSos, membuka acara tersebut sekaligus memberikan pengantar tentang tema diskusi hari itu. Menurut Hudoyo, pemerintah Indonesia memang telah mengeluarkan kebijakan dan melaksanakan berbagai program yang mendukung pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak, seperti pengembangan kabupaten/kota layak anak (KLA), Sekolah Ramah Anak,  pembentukan Forum Anak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, penyediaan ruang pengadilan ramah anak, kampanye-kampanye gerakan perlindungan anak, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Anak (GN-AKSA). 
Peraturan ini, lanjut Hudoyo, tertuang Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI nomer 13 tahun 2011 tentang pengembangan kota/kabupaten layak anak di Indonesia telah dinyatakan secara eksplisit pembangunan harus berbasis hak anakmelalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Sementara itu, Camat Girisubo, Sukamto, SIP, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kehadiran para peserta dari dua Kampung KB. Sukamto berbangga karena keberadaan Kampung KB telah membawa dampak yang luar biasa, misalnya tingginya kesertaam KB, meningkatknya taraf ekonomi masyarakat, turunnya angka pernikahan dini, meningkatnya derajat kesehatan bayi dan ibu, dan seterusnya. “Itulah kenapa kegiatan dan pembinaan harus terus dikembangkan dan dikuatkan di Kampung KB, dan kemudian dapat ditularkan kepada dusun-dusun lain yang belum tersasar kegiatan yang sama,” tekan Camat.

Seusai sambutan Camat, acara berlanjut penyampaian materi oleh Tomy Darlinanto, SH, MHum, narsum lainnya yang berasal dari Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3AKBPMD Gunungkidul. Menurut Tomy, sebagian terbesar praktik PATBM belum terpadu melibatkan  keluarga, anak, dan masyarakat; kurang koordinasikan dengan pemerintah setempat. Di beberapa daerah ditemukan praktik yang melibatkan  keluarga, anak, dan masyarakat secara lebih terpadu tetapi dibatasi pada kelompok anak tertentu secara berbeda-beda sesuai dengan isu utama perhatian lembaga yang menggagas dan mendampingi pengembangannya.  

Tomy mengakui bahwa upaya perlindungan anak sebenarnya telah banyak dilakukan masyarakat, hanya saja memang belum maksimal, sehingga perlu untuk terus disosialisasikan dan dikembangkan. Sebab, tuntutan perlindungan kepada anak dan pencegahan kekerasan kepada anak akan tetap diperlukan. Data KPAI menunjukkan kasus kekerasan kepada anak jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam kesempatan tersebut, Tomy juga melakukan simulasi melalui kuisioner kartu kepada semua hadiri, tentang macam-macam masalah yang kita hadapi sekarang seputar dunia anak, dan apa yang sudah dilakukan masyarakat. Dari permainan tersebut, diharapkan masyarakat diharapkan mampu mengenali, menelaah, dan mengambil inisiatif untuk  mencegah dan memecahkan permasalahan kekerasan terhadap anak yang ada di lingkungannya sendiri.

Pengertian dari Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), kata Tomy, adalah  sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai  tujuan perlindungan anak.  PATBM merupakan inisiatif masyarakat  sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman, sikap dan prilaku yang memberikan perlindungan  kepada  anak.  Gerakan tersebut dapat dikelola dengan menggunakan dan mengembangkan fungsi struktur kelembagaan yang sudah ada atau jika diperlukan dengan membangun struktur kelembagaan baru. Institusi Kampung KB, tekan Tomy, dalam hal ini bisa difungsikan untuk pengembangan gerakan tersebut.

Maksud dari “terpadu” adalah  pemahaman tentang kesatuan semua aspek dan komponen kegiatan  perlindungan anak yang dilakukan oleh berbagai unsur masyarakat  dengan mensinergikan berbagai sumber tersedia (secara terkoordinasi). Kegaiatan terpadu harus memiliki tujuan yang bersifat luas, yaitu mulai dari promosi hak anak, pencegahan, deteksi dan penanganan sejak dini hingga yang kompleks  dengan melakukan perubahan-perubahan secara menyeluruh terhadap  masyarakat, keluarga, dan anak. Target akhirnya nanti adalah menghilangkan/mengurangi faktor-faktor penyebab permasalahan dan risiko-risiko kekerasan terhadap anak yang telah atau mungkin terjadi, baik pada anak, keluarga, masyarakat. Konsep “terpadu” juga mengandung makna mendayagunakan berbagai sumber daya secara optimal, termasuk melibatkan berbagai unsur masyarakat,  mensinerginakan dukungan sumber daya masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha.

“Berbasis Masyarakat”, bahwa ia merupakan  upaya yang memberdayakan kapasitas masyarakat untuk dapat mengenali, menelaah, dan mengambil inisiatif  dalam mencegah dan memecahkan permasalahan yang ada secara mandiri. Masyarakat yang dimaksud  dalam konteks gerakan ini adalah komunitas (kelompok orang yang saling berinteraksi) yang tinggal di suatu batas-batas  administrasi pemerintahan yang paling kecil, yaitu desa/kelurahan. Tujuan dari program PATBM sesuai dengan pengembangan indikator Kota/Kabupaten Layak Anak untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan menanggapi kekerasan  pada anak di Indonesia.

Di akhir materi, disampaikan oleh Tomy, bahwa PATBM adalah wujud sinergitas pemerintah dan masyarakat dengan tujuan dan fungsi pencegahan kekerasan dan perlindungan kepada anak itu sendiri. Masyarakat harus mampu untuk mendeteksi dini anak-anak korban kekerasan dan terbangunnya jejaring kerja  dengan berbagai lembaga pelayanan yang berkualitas dan mudah dijangkau untuk mengatasi korban maupun pelaku,  dan menangani  anak dalam risiko. Agar segera terwujud perlindungan anak tersebut, diperlukan perubahan-perubahan sistemik, tidak saja pada anak-anak, tetapi juga pada lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kehidupan anak-anak. Sesuai dengan konteks kegiatan berbasis masyarakat dan tujuan PATBM, maka sasaran kegiatan-kegiatan PATBM adalah anak, orang tua, keluarga, dan  masyarakat  yang ada di  wilayah PATBM dilaksanakan. Dalam hal ini, kampung KB bisa menjadi wahana rintisan untuk pelaksanaan PATBM yang dimaksud.(*) [Sabrur, PKB Girisubo]


0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine